Pengertian dan Sejarah Fotografi

Sejarah Fotografi. Fotografi kini semakin digemari oleh masyarakat terutama generasi muda.

Banyak generasi muda yang bahkan ingin menjadi seorang fotografer professional di masa depan.

Apa sebenarnya fotografi? Bagaimana sejarah fotografi di masa lalu hingga kini menjadi sangat populer di kalangan masyarakat masa kini?

Simak informasi berikut ini ya!

Sejarah Fotografi
Sejarah Fotografi (p-apple.net)

1. Pengertian Fotografi dan Fotografer

Fotografi sebenarnya berasal dari Bahasa Yunani dan terdiri dari dua buah kata yaitu “Photos” dan “Grafo”. Photos berarti cahaya, sedangkan Grafo berarti melukis/ menulis.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), fotografi merupakan sebuah seni yang dihasilkan dari proses cahaya dan gambar pada permukaan film atau pada permukaan yang peka dengan cahaya.

Secara garis besar, fotografi merupakan suatu metode untuk menghasilkan gambar atau foto suatu objek/ kejadian dengan cara merekam pantulan cahaya yang mengenai objek itu pada suatu media yang peka terhadap cahaya.

Istilah fotografi tentu berbeda dengan fotografer.

Fotografer merupakan orang yang gemar fotografi dengan konsentrasi tinggi mampu mengobservasi suatu objek secara dalam.

Observasi ini nantinya akan menghasilkan suatu karya seni visual yang bahkan bisa mengekspresikan suatu perasaan.

Tak hanya itu, fotografi yang ditekuni oleh fotografer dapat memiliki nilai ekonomi yang tinggi lho.

Pengertian fotografi menurut beberapa ahli juga bisa menjadi pertimbangan dalam mendefinisikannya.

Seorang fotografer bernama Ansel Adams menganggap bahwa fotografi merupakan sebuah media komunikasi serta media untuk mengekspresikan perasaan dan keadaan.

Yudhi Soerjoatmodjo, seorang fotografer terkenal di Indonesia beranggapan bahwa fotografi adalah alat untuk berdialog serta media komunikasi.

Bagi fotografer, fotografi memang dianggap sebagai sebuah seni dalam berkomunikasi dan mengekspresikan perasaan.

2. Sejarah Fotografi Dunia

Pada abad ke-4 SM (Sebelum Masehi), serorang pria bernama Mo Ti secara tidak sengaja mengamati sebuah peristiwa yang kini dikenal dengan nama fenomena kamera obscura.

Jika terdapat lubang kecil di dinding ruangan yang sangat gelap, maka di dalam ruangan tersebut akan terdapat refleksi dari pemandangan yang berada di luar ruangan namun terlihat terbalik.

Fenemona tersebut dianggap sangat menarik sehingga banyak peneliti dan ilmuan yang menelitinya.

Pada abad ke-3 SM, Aritoteles berusaha menciptakan sebuah alat berdasarkan fenomena tersebut.

Pada abad ke-10 SM seorang ilmuan asal Arab bernama Ibnu Al Haitam (Al Hazen) juga mengembangkan alat berdasarkan fenomena tersebut.

Alat yang dikembangkan kedua ilmuan ini merupakan sebuah alat yang kini dikenal dengan nama kamera.

Pada tahun 1558, seorang ilmuan Italia bernama Giambattista della Porta membuat sebuah alat berupa kotak yang membatu pelukis menangkap bayangan objek atau gambar yang dilihatnya.

Alat tersebut bernama camera obsuca yang menjadi permulaan penelitian untuk pengembangan kamera.

Kamera Obsuca
Kamera Obsuca (www.idntimes.com)

Johannes Kepler pada tahun 1611 membuat sebuah desain kamera portable.

Kamera ini dibuat seperti sebuah tenda yang di dalamnya sangat gelap.

Cahaya yang ada di dalam tenda tersebut hanya berasal dari cahaya yang ditangkap oleh lensa.

Cahaya tersebut membentuk sebuah gambar keadaan di luar tenda pada selembar kertas.

Penelitian terus berlanjut, pada abad ke-17 seorang ilmuan Italia bernama Angelo Sala menemukan bahwa jika serbuk perak nitrat terkena cahaya matahari, warnanya akan berubah menjadi hitam

Angelo Sala saat ini berhasil merekam gambar, namun tidak bertahan lama/ permanen.

Thomas Wedgwood pada tahun 1800 berhasil merekam sebuah gambar positif dari citra pada camera obscura berlensa, namun hasilnya mengecewakan.

Pada tahun 1824 Joseph Nicephore Niepce seniman lithography asal Perancis melalui proses yang disebut Heliogravure berhasil merekam sebuah gambar agak kabur/ buram yang bertahan permanen di atas sebuah pelat logam.

Heliogravure memiliki sistem kerja mirip lithograph yang menggunakan bahan sejenis aspal (Bitumen of Judea) sebagai bahan dasar kimianya.

Penelitiannya berlanjut hingga pada tahun 1826 ia berhasil membuat gambar bertahan lama atau permanen yang disebut foto.

Foto pertama ini kini disimpan di University of Texas, Austin, Amerika Serikat.

Pada tahun 1829, Joseph Nicephore Niepce bekerjasama dengan Louis Daguerre untuk menghasilkan foto menggunakan kamera.

Dagurre mengumumkan penelitiannya pada tanggal 7 Januari 1839 yang menghasilkan foto-foto permanen (Daguerretype).

Foto ini berupa gambar pada selembar plat tembaga perak yang sebelumnya dilapisi larutan iodin dan disinari cahaya langsung pemanas merkuri (neon) selama kurang lebih satu setengah jam.

Setelah itu pelat dicuci menggunakan larutan garam dapur dan air suling untuk menghasilkan gambar.

Penelitian ini membuat Louis Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama yang sukses membuat sebuah foto yang sebenarnya.

Fotografi kemudian terus berkembang dengan cepat hingga George Eastman mengembangkannya dengan menciptakan dan menjual kamera boks dan roll film.

Lensa, shutter, film, kamera, dan kertas foto juga berkembang dengan cepat.

Pada tahun 1950, kamera Single Lens Reflex (SLR) sudah mulai digunakan.

Jepang mulai memasuki/ mengembangkan fotografi dengan memproduksi kamera yang bermerek Nikon.

Setelah itu Jepang juga memproduksi kamera Canon.

Pada tahun 1972 kamera polaroid yang ditemukan Edwin Land mulai diperjualbelikan di pasaran.

Kamera ini mampu menghasilkan gambar tanpa proses percetakan film.

Teknologi yang semakin maju membuat fotografi juga berkembang semakin cepat.

Pada abad ke-19, fotografi telah berkembang hingga mencapai hasil yang sangat berkualitas dengan gambar yang sangat tajam.

Hingga saat ini pun dunia fotografi masih berkembang dengan sangat pesat dan menghasilkan foto-foto yang luar biasa.

3. Perkembangan Fotografi Indonesia

Perkembangan fotografi di Indonesia tidak bisa lepas dengan perjuangan bangsa Indonesia pada masa penjajahan dan kemerdekaan yang diliputi perubahan sosial politik di negeri ini.

Pada zaman penjajahan Belanda, pemerintah Belanda mengajarkan teknik fotografi daguerreotype kepada Juriaan Munich.

Ia diberi tugas untuk mengambil foto tanaman-tanaman dan kondisi alam yang ada di Indonesia.

Foto-foto ini nantinya digunakan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan informasi tentang hasil bumi dan kondisi alam Indonesia.

Selain Munich, ada juga Adolph Schaefer yang memotret objek-objek budaya di Indonesia, misalnya patung Hindu, Candi Borobudur, upacara-upacara adat/ tradisional, suku-suku pedalaman, dan bangunan-bangunan kuno Indonesia.

Pada zaman penjajahan Jepang, pemerintah Jepang mulai melatih orang Indonesia untuk menjadi fotografer dan bekerja di kantor berita milik Jepang.

Saat itu sebagaian besar pengguna kamera untuk fotografi memang dikuasai oleh orang-orang Eropa, Cina, Belanda, dan Jepang yang tinggal di Indonesia.

Orang asli Indonesia yang mempelajari fotografi memang sedikit, misalnya Kassian Cephas yang dianggap sebagai orang pribumi pelopor fotografi Indonesia.

Kassian Cephas, seorang pribumi yang lahir di Yogyakarta pada tanggal 15 Januari 1845 merupakan fotografer pertama dan dianggap sebagai pelopor fotografi di Indonesia.

Ketika itu Kassian Cephas mulai mempelajari fotografi dengan bantuan seorang fotografer dan pelukis bernama Isodore Van Kisbengen pada tahun 1863 di Jawa Tengan.

Cephas juga belajar dengan seorang fotografer dan pelukis bernama Simon Willem Camerik yang saat itu bertugas sebagai fotografer untuk memotret Kraton Yogyakarta.

Setelah Simon meninggalkan Yogjakarta, tugas sebagai fotografer keraton diberikan kepada Kassian Cephas.

Saat itu ia resmi menjadi fotografer pada setiap pemotreran yang diadakan oleh Kraton Yogyakarta.

Pada tahun 1888, foto-foto karya Cephas mulai dipubikasikan secara luas.

Ketika itu ia membantu membuat foto-foto untuk sebuah buku yang ditulis Isaac Groneman tentang budaya jawa.

Judul buku itu adalah In De Kedaton te Jogjakarta.

Selain itu, foto-foto karya Cephas juga terdapat dalam buku De Garebeg’s Te Ngajogjakarta karya Isaac Groneman.

Cephas kemudian pensiun dari dunia fotografi ketika ia berusia 60 tahun.

Fotografi di Indonesia semakin berkembang dan diminati oleh banyak orang.

Klub foto amatir maupun organisasi-organisasi fotografi di Indonesia juga mulai berkembang, misalnya Gaperfi, Persatuan Amatir Foto (PAF) Bandung, Lembaga Fotografi Candra Naya (LFCN), Majalah Foto Indonesia, dan lain sebagainya.

 

Itulah sejarah fotografi dunia maupun di Indonesia memang tidaklah singkat.

Saat ini pun fotografi masih berkembang dan terus berkembang di masa yang akan datang.

Profesi sebagai fotografer juga memiliki prospek atau peluang yang sangat besar di masa depan.

Jadi untuk Anda penggermar fotografi tetaplah belajar dan mengembangkan diri di dunia fotografi ya.

 

DOWNLOAD PDF MAKALAH PENGERTIAN DAN SEJARAH FOTOGRAFI